2/17/2018

Kids Jaman Now Kurang Tontonan Yang Mendidik

Oke sambung lagi ketak-ketiknya, masih dalam rangka One Day One Post alias ODOP dimana tema sebelumnya seputar motto hidup dan aku sekedar posting Mantra Kehidupan Sederhana dan Gak Neko-neko baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam hal ngeblog. Tema selanjutnya adalah penting enggaknya film perjuangan diputar untuk anak-anak jaman sekarang.



Jujur saja aku sendiri jarang nonton film tapi kalau disuruh ngasih opini menurutku, ini menurutku loh ya! film perjuangan itu penting untuk anak-anak sekarang atau dalam bahasa kekiniannya kids jaman now. Kenapa penting? Ya untuk mengingatkan bahwa dulu itu perjuangan para pejuang itu gak gampang, penuh pertumpahan darah dan sekitarnya.

Tapi masalahnya kalau film perjuangan dengan pertumpahan darah kan pasti pro kontra kalau disajikan untuk anak-anak. Mungkin ada yang bilang gak mendidik karena menunjukan adegan kekerasan, pemb*nuh*an atau hal-hal lain yang dianggap sadis.

Lagian kalau jaman sekarang ini jika film dikemas dengan nuansa perjuangan bakalan terkesan jadul, karena dengan kata perjuangan itu kesan pertamanya adalah ‘jaman dulu’. Dan lihat aja tuh film-film yang ngehit yang penontonnya meledak sekarang ini gak ada yang film perjuangan. Kalau ngitip datanya yang laris itu film macam Warkop DKI Reborn, Dilan, Laskar Pelangi (ini sih lumayan buat anak-anak), Pengabdi Setan, Ada Apa Dengan Cinta dll. Tapi ini bukan contoh film anak-anak dhing, di Indonesia contoh film anak-anak yang ngehit gitu apa sih? Petualangan Sherina? jaman kapan itu? Logikanya film yang bukan untuk anak-anak aja jarang yang bertema perjuangan gitu loh.

Mungkin misal kalau mau bikin film perjuangan perlu dikemas agar lebih kekinian, atau mungkin bikin film alay aja sekalian tapi disisipin nilai-nilai perjuangan atau pesan moral. Karena kids jaman now memang cinderung suka nuansa alay, jadi misal sekarang ini kan ada tuh anak-anak pada makan micin divideoin terus diposting di internet, nah mungkin bisa bikin film tandingan yang isinya disisipin pesan tentang makanan sehat buat anak-anak, terus dikasih contoh misalnya tokoh A pintar bukan karena makan micin tapi karena makan makanan sehat dan rajin belajar. Atau misal tokoh B terkenal bukan karena video alay-nya yang makan micin tapi karena prestasinya yang hebat.

Tapi ya apa mau dikata, orang jaman sekarang kebanyakan memang seleranya yang gitu-gitu, lihat tuh sinetron ceritanya tentang anak motor, genk, berantem, berandalan, rebutan pacar, saling bully dan sekitarnya justru ratingnya bagus. Dan jangan salah loh ya, penontonya itu banyak yang anak-anak. Mungkin ada orang tua yang sadar tentang efek negatif sinetron macam itu tapi banyak juga orang tua yang gak nyadar bahkan kalau nonton sinetron barengan sama anak-anaknya.

Ya mungkin kalau lihat kelakuan anak-anak jaman sekarang yang aneh-aneh gitu salah satu penyebabnya (sekali lagi ini hanya salah satu faktor yang mungkin menyebabkan) adalah banyaknya tontonan yang gak mendidik alias kurang tontonan dengan nuansa perjuangan, pesan moral atau hal-hal lain yang bisa memberi masukan positif.

Berharapnya sih ada yang mau menciptakan totonan positif untuk anak-anak gitu loh, gak yang cinta-cintaan mulu, beranteman, bully-bullyan dan semacamnya. Tapi ya itu tadi, apa mau dikata… selera kebanyakan orang sekarang memang gitu-gitu.


salam ketak-ketik,
dr pojokan

2/16/2018

Mantra Kehidupan Sederhana dan Gak Neko-neko, Meski Dipandang Aneh Tapi 'Ra Popo'!

Ketak-ketik kali ini masih dalam rangka One Day One Post alias ODOP dimana sebelumnya temanya tentang sisi maskulin dan feminim namun dari pada enggak posting maka aku ngasal saja cerita tentang Merasa Lebih Maskulin Ketimbang Feminim Widha Ingin Jadi Widho?. Lalu tema pada postingan kali ini adalah seputar mantra kehidupan atau quotes atau motto hidup.



Lagi-lagi dari pada enggak posting ya udah ketak-ketik curhat ngasal aja. Jadi meski dulu suka nonton talk show Mario Teguh Golden Ways tapi hidupku sehari-hari ya enggak yang penuh quotes bijak ala-ala MT gitu. Aku sih bisa dibilang serba biasa-biasa aja, bahkan mungkin biasa banget karena memang mantra dasarnya adalah sederhana dan gak neko-neko.

Sederhana dan gak neko-neko ini bisa jadi diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, bisa juga dalam hal ngeblog.

Sederhana dan Gak Neko-neko Dalam Kehidupan Sehari-hari

Kalau berdasarkan pengamatan ngasalku sih, hidup paling tenang itu adalah hidup yang tanpa utang. Lihat orang sekitar yang kebanyakan gaya tapi terlilit utang itu rasanya gimana gitu. Tapi ya ada sih yang banyak hutang tapi nampak tetep santai kayak dipantai sambil makan sate.

Kalau ngamatin orang lain sih tentu pola hidupnya beda-beda, karena pasti setiap orang punya prinsip masing-masing.

Kalau aku intinya lebih suka jadi diri sendiri aja, gak suka ikut-ikutan gaya ini itu, jatuhnya sih kayak orang aneh tapi aku rapopo meski dianggap aneh.

Misal kalau di desa itu yang dipandang lebih keren kerja kantoran atau PNS gitu deh, tapi aku? Dirumah aja sampek disangka pengangguran gak mau kerja. Terus soal kendaraan ya minimal orang pada beli motor baru (meski kreditan), tapi aku? Cuma beli sepeda ontel.

Sederhana dan Gak Neko-neko Dalam Hal Ngeblog

Dulu blogdetik-ku yang kini udah gak bisa diakses itu judulnya adalah Ketak-ketik Ide Sederhana, dan memang postingannya hanya dari ide-ide sederhana misal denger mbah kosnya nonton infotaiment bisa jadi postingan, sepedaan dijalan dicengirin kuda bisa dijadiin postingan, lihat anak kecil jualan koran dilampu merah bisa dijadikan postingan, baca berita yang lagi heboh bisa ketak-ketik opini jadi postingan dan lain sebagainya.

Intinya ide sederhana buat posting di blog itu bisa diperoleh dari apa yang didengar, dilihat, dirasakan dan sekitarnya.

Dan dengan modal ide sederhana seperti itu blogdetik-ku dulu bisa rutin update setiap hari, bahkan sehari bisa lebih dari satu postingan. Kalau blog ini judulnya Ketak-ketik dari pojokan, karena memang aku ngeblognya dari pojokan.

Blog ini lebih sederhana dari blog ketak-ketik diblogdetik yang dulu, saking sederhananya jarang posting *hehe…, ini tiap hari posting gegara ikut ODOP (bukan karena dibayar loh ya, ini tantangan buat diri sendiri aja untuk ikut mencoba posting tiap hari selama 14 hari, syukur-syukur seterusnya ketagihan gitu). Dan ini ikutan ODOP pun kalau posting juga gak neko-neko karena pasti hanya sekitaran pengalaman pribadi aja. Sebenarnya blog ini kalau niat posting tiap hari juga bisa tapi kan aku masih harus lebih rajin posting diblog yang untuk jualan gitu (*eaa….alasan dhing… haha…).

Udah gitu aja, pokoknya sederhana dan gak neko-neko


salam ketak-ketik,
dr pojokan

2/15/2018

Merasa Lebih Maskulin Ketimbang Feminim, Widha Ingin Jadi Widho?

Baiklah tema ODOP kali ini tentang sisi maskulin dan sisi feminim, sungguh ini temanya makin kesini makin ada-ada saja setelah kemarin tentang daerah perbatasan padahal aku gak pernah kemana-mana akhirnya cuma cerita berteman dengan orang luar daerah yang kuliah di Jogja tapi gak sampai lulus. Dan untuk kali ini lagi-lagi dari pada bingung mau cerita apaan mending aku ketak-ketik sebuah sejarah masa lampau saja lah.

Pada jaman dahulu……



Aku terlahir dengan teman disekitar yang semuanya anak laki-laki, gak hanya yang sebaya, yang lebih tua atau yang lebih muda juga laki semua. Alhasil aku mainnya sama anak-anak laki gitu kan, mainannya ketapel, tembakan, kelereng, sepakbola, mobil-mobilan dan lain sebagainya.

Bahkan waktu aku TK gak mau pakai seragam cewek, pokoknya gak mau pakai rok, maunya pakai celana. Alhasil aku jadi tontonan anak-anak SD yang ada disebelah TK. Sekali lagi tontonan loh ya bukan tuntunan *haha (meski ini peristiwa lama tapi aku masih ingat betul….).

Anak-anak SD itu seolah pada gak fokus, kalo jam istirahat atau jam kosong pada nemplok dicendela, ngapain coba? Nonton aku lah… Dimata mereka aku yang gak mau pakai seragam cewek ini adalah fenomena langka. Tapi aku ya yang biasa aja, sampai aku lulus TK aku tetep gak pakai rok!

Terus waktu SD gimana? Waktu SD pakai rok kok, tapi masalahnya kalau teman-teman main aku hanya bisa nonton doang, gak mau ikutan main. Tanya kenapa? Lah iya lah mereka mainannya lompatan tali, kerikil yang dilempar-lempar itu dan lain-lainnya yang aku gak bisa semua. Meski diajarin tetep aja gak bisa, karena biasanya main ketapel, kelereng, tembak-tebakan, petasan dan sekitarnya.

Itulah gambaran singkat dimana aku dari kecil serasa lebih maskulin karena memang pergaulannya dengan anak laki-laki. Dan dulu meski sekolah udah pakai rok ada tuh yang manggil Widho, aku ingat tuh yang sering manggil Widho guru kimia. Waktu kuliah ada juga yang manggil Widho, padahal udah pakai rok karena memang aturannya senin-kamis wajib pakai rok, kalau jumat baru boleh pakai celana.

Tapi ya yang manggil Widho itu hanya bercandaan, masak iya Widha jadi Widho? Kalau Widha jadi Widho pasti nama panjangnya Widho Roma, *eaaaaa…. Haha…

Ah.. aneh-aneh aja, aku Widha ya Widha aja gak ingin jadi Widho gitu loh meski ada bawaan maskulin. Lalu sekarang apakah udah feminim? Kalau feminim disini diartikan dalam hal dandan yang kemenor-menoran gitu maka itu ya gak aku banget. Aku pakai handbody aja bisa pusing loh, mencium aroma bau pewangi pakaian yang direndam-rendam itu juga pernah sampek mau pingsan. Gak tau deh emang aneh banget.


salam ketak-ketik,
dr pojokan

2/14/2018

Berteman Dengan Orang Luar Daerah Yang Kuliah Di Jogja (Tapi Gak Sampai Lulus)

Tema ODOP kali ini tentang daerah perbatasan, padahal sumpeh deh aku gak punya pengalaman pergi jauh-jauh. Kalau di Jogja aja sering kali bergantung pada google map, itu pun sering kesasar. Ya gitulah aku gak ada bakat jadi traveller karena gampang mabok. Kalau piknik cuma ke semak-semak moto capung, laba-laba dan sekitarnya. Tapi kalau ngomongin soal luar daerah, aku pernah berteman dengan orang luar daerah (orang NTT dan Papua).



Ceritanya dulu aku pernah kerja sambilan jadi penjaga warnet waktu di Jogja, disitulah aku berteman dengan mereka. Yang orang NTT sebut saja namanya AG itu sering ngobrolin daerahnya yang kalau rusuh dua orang bisa rusuh satu kampung, jadi misal ada masalah pribadi antara dua orang saja bisa jadi masalah satu kampung, bakar-bakaran rumah gitu katanya biasa aja. Kalau yang orang papua suka cerita daerahnya pedalaman kalo balik kampung susah.

Kesamaan mereka adalah sama-sama kuliah di Jogja tapi gak ada yang sampek lulus. Si AG katanya mau balik kampung tapi males jadi milih di Jogja dengan kerja srabutan. Nah kalo orang papua itu pamit pergi ke Jakarta nyusul abangnya dan yang satu orang NTT akhirnya balik kampung.

Nah dari ketiganya yang paling aku ingat kisahnya adalah yang orang NTT tapi balik kampung (kalo gak salah nama derahnya Kalabahi), dia dulu sempat curhat kuliah ke Jogja itu ibaratnya ketipu. Ceritanya dia dapat undangan dari salah satu kampus di Jogja, dia membayangkan yang wah-wah gitu tapi gak taunya waktu sampai di Jogja ternyata kampusnya hanya kecil, 2 lantai, yah pokoknya gak sesuai yang dia bayangkan.

Aku sendiri tau bahwa memang kampusnya kecil, ya gitu deh tempatnya aja ngontrak. Tapi memang di Jogja banyak kampus kan, biasanya strategi kampus-kampus itu adalah menyebar amplop-amplop undangan yang isinya “selamat kamu diterima di kampus bla…bla…bla…”.

Dia, sebut saja namanya AD! Benar-benar sangat kecewa. Dan si AD itu dulu sering lihat aku mainan blog. Dia tanya seputar ngeblog, ya aku jelasin ini itu, intinya aku komporin agar nanti si AD kalo balik kampung bisa menulis seputar daerahnya baik itu kelebihan daerahnya tau hal-hal yang masih kurang didaerahnya. Waktu itu sih dia antusias banget, dia juga bilang pengin buka usaha sendiri jualan sesuatu yang ada di Jogja tapi gak ada di daerahnya sana.

Tapi setelah dia pulang kampung gak ada kabar, sempat kirim pesan nyapa “mba Widha gimana kabarnya, gimana ngeblognya”. Ya aku jawab aja “baik dan masih aktif ngeblog, lalu aku tanya balik kamu gimana jadi ngeblognya?”. Dia jawab “gak jadi, susah sinyal, online jarang-jarang”. Ya udah deh kalo urusannya dengan susah sinyal emang gimana gitu.

Ada satu hal yang membuat aku prihatin dari kasus teman-teman dari luar daerah itu, soal apa? Terkait susah sinyal? BUKAN! Terkait mereka yang datang ke Jogja tapi kuliahnya juga gak sampai lulus. Sepertinya terjadi kesalah pahaman gitu loh, mungkin disana minim informasi, coba kalau dari awal tau informasi ini itu tentu gak akan gagal paham. Yah seperti si AD yang kecewa dan merasa ketipu itu tadi. Memang sih soal kuliah pada gak lulus itu bisa jadi juga karena faktor susah menyesuaikan diri.

Sebenarnya gak hanya 3 orang itu aja contoh kasusnya, banyak hal aneh-aneh yang aku jumpai di warnet karena memang pengunjungnya banyakan orang Indonesia bagian timur. Pernah tuh ada orang Papua datang ke warnet katanya mau nyari tugas, dia udah masuk ke bilik lama banget tapi aku lihat dibiling-nya kok gak nyala-nyala. Ternyata memang dia belum nyalain, dia bilang gak tau caranya nyalain komputer.

Yah mungkin memang inilah kenyataanya, bahwa teknologi memang belum merata. Dan aku gak bisa apa-apa, hanya bisa berharap semoga teknologi bisa merata, minimal semua bisa mengenal yang namanya internet, sehingga bisa mencari informasi dengan mudah.




salam ketak-ketik,
dr pojokan

Lapak Aneka Souvenir Promosi Widhadong

 









Konveksi Kaos Widhadong